Identifikasi Patogen Pada Daging Dengan PCR   Leave a comment

Tujuan

            Tujuan prakikum kali ini adalah menegetahui dan mengidentifikasi patogen pada daging dengan metode PCR.

Metode

            Metode yang digunakan yaitu pertama proses persiapan daging sebelum dilakukan proses PCR. Sebanyak 50 mg daging ayam dan daging kambing digerus, ditambahkan nitrogen cair untuk mempermudah penggerusan. Setelah selesai digerus ditambahkan 350 ml larutan buffer lisis dengan proteinase K. Campuran ini kemudian diinkubasi pada suhu 50oC selama 5 menit dan dibolak-balik. Setelah itu damasukan kedalam es selama 10 menit. Setelah 10 menit campuran tadi ditambahkan 150 μl NaCl 6 N lalu dibolak-balik 6 sampai 8 kali. Dimasukan ke es selama 5 menit dan disetrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 10000 rpm. Hasil sentifugasi hanya diambil supernatannya saja sebanyak 500 μl danditambahkan 4 μl Rnase  lalu diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 15 menit. Ditambahkan isopropanol dingin sebanyak 350 μl, dibolak-balik selama 6 sampai 8 kali. Setalah itu disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 10000 rpm hasilnya berupa pelet saja yang diambil. Pelet tersebut ditambahkan 500 μl EtOH 70 % dan disentrifugasi lagi selama 5 meit dengan kecepatan 10000 rpm. Hasilnya dikeringkan dan ditambahkan 20 μl dd H2O setelah kering. Terakhir untuk pengecekan ada tidaknya DNA maka dilakukan elektoforesis.

            Setelah tahap persiapan selesai, dilakukan proses PCR.PCR 16S RNA terdiri atas tempelate sebanyak 0,5 μl, dNTP sebanyak 1 μl, DMSO 0,4 μl, Taq 0,2 μl, buffer 1 μl, primer 63 F 0,3 μl, 1387 R 0,3 μl, dan terakhir dd H2O  6,3 μl.  Tahapan dalam PCR meliputi predenaturasi pada suhu 95oC  selama 5 menit, denaturasi  95oC, annealing pada suhu 63oC dan terakhir adalah ekstensi 72oC.

Hasil Pengamatan

Keterangan : berturut-turut dari kiri kekanan adalah marker kemudian kelompo satu sampai kelompok sepuluh.

                        Migrasi DNA terlihat pada kelompok 3 dan 5 saja sedangkan kelompok yang lain DNA tidak bermigrasi.

Pembahasan

Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Bahan makanan tersebut dapat berupa pangan dari hewani ataupun pangan nabati.  Contoh pangan hewani adalah daging (Siagian A. 2002).

Adanya pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc, mudah tersebar melalui bahan makanan (Siagian A. 2002).

Kerusakan pada daging ada dua jenis yaitu kerusakan pada kondisi aerob dan kerusakan pada kondisis anaerob. Contoh bakteri yang terdapat pada daging, yaitu Bacillus, Streptococcus,dan Pseudomonas. Adapun mikroorganisme lain yang terdapat pada daging yang menyebabkan adanya bau pada daging yaitu actynomycetes (http://blogs.unpad.ac.id). 

Berdasarkan hasil pengamata berupa hasil elektroforesis ada 2 kelompok yang berhasil, DNA hasil elektroforesis bermigrasi. Hal ini menunjukan adanya DNA patogen yang terdapat pada daging. Sedangkan kelompok yang lain tidak berhasil. Hal ini disebabkan pada saat pengerjaan prosedur praktikan tidak teliti dan bekerja tidak sesuai standar yang telah ditetapkan dalam prosedur. Sperti penamabahan volume beberapa larutan yang kurang atau sebaliknya kebanyakan karena salah menggunakan pipet mikro. Pada praktkum ini hanya terbatas melihat ada tidaknya DNA patogen yang terdapat pada daging tidak pada tahap mengidentifikasi jenis mikroorganismenya.

Kesimpulan

Praktikum ini ada 2 kelompok yang berhasil dalam identifikasi patogen pada daging yaitu ditandai dengan adanya DNA yang bermigrasi setelah dilihat hasilelektroforesis. Sedangkan kelompok yang lain tidak berhasil

Daftar putaka

Siagian A. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. Sumtera Utara: USU digital library.

Click to access mikropangan03.pdf

Posted June 21, 2010 by rianpratiwi09 in Uncategorized

Sterilisasi Eksplan Daun Tembakau dan Ruas Batang Jarak (Jatropha cucas)   Leave a comment

Pendahuluan

Jarak pagar adalah tanaman perdu yang tumbuh baik pada tanah yang tidak begitu subur, lahan kritis, marjinal dan beriklim panas. Biji tanaman jarak pagar mengandung persentase minyak yang tinggi berkisar dari 20 – 30% sehingga mulai dilirik sebagai sumber bahan bakar alternatif dimasa yang akan datang. Minyaknya memenuhi syarat ideal sebagai sumber energi yang potensial dan prospektif serta ramah lingkungan, sehingga dapat dikembangkan sebagai bahan penghasil BBM alternatif (biodiesel) pada lahan kritis.

 Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman asli Amerika Latin yang kini menyebar luas di berbagai daerah kering, semi kering dansub-tropik di seluruh dunia. Tanaman ini sangat tahan kering, hidup sepanjang tahun dan dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan kurang dari 1000 mm sampai di atas 1000 mm per tahun. Tanaman ini bisa hidup sampai 50 tahun dan tahan di tanah-tanah tandus dan tidak subur (Anonim 2009).

            Kultur jaringan adalah teknik pengisolasian bagian tanaman seperti

organ jaringan sel dan produksi yang selanjutnya ditumbuhkan dalam media buatan secara aseptik sehingga bagian tersebut beregenerasi menjadi tanaman lengkap. (Darmono 2003). Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti yangditemukan oleh scheiden dan schwann, yaitu bahwa sel mempunyaikemampun autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotesiadalah kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabiladiletakan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanamanyang sempurna. (Suryowinoto 1991).

Aplikasi kultur jaringan pada awalnya ialah untuk propagasi tanaman. Selanjutnya penggunaan kultur jaringan lebih berkembang lagi yaitu  untuk menghasilkan tanaman yang bebas penyakit, koleksi plasma nutfah, memperbaiki sifat genetika tanaman, produksi dan ekstaksi zat-zat kimia yang bermanfaat dari sel – sel yang dikulturkan. (George dan Sherrington 1984). Banyak keuntungan yang bisa didapat dari hasil pembiakan secara vegetatif yaitu dapat dipertahankan sifat genetis sehingga dapat menghasilkan tanaman yang sama dengan induknya (Astuti dan Soeryowinoto 1981).

Bahan dan Metode

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman jarak (Jatropha curcas L.) , media MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dan larutan penstreil dan alkohol. Metodenya yaitu ruas tanaman jarak diambil, dicuci menggunakan air mengalir selama 10 menit, setelah itu tanaman direndam dalam detergen selama 5 menit, dibilas dengan air. Buat larutan dithane M 45 atau fungisida sebanyak 1 gr. Ruas tanaman yang telah disiapkan sebelumnya direndam dalam larutan tersebut selama 20 menit. Kemudian tanaman dibilas dengan air keran. Kemudian dilajutkan dengan merendam tanaman didalam alkohol selama  60 detik, terakhir tanaman direndam dalam larutan bayclin 10 5 selama 10 menit.

Tujuan

Tujuan praktikum kali ini yaitu memperbanyak tanaman jarak (Jatropha curcas L.) () melalui pucuk secara kultur jaringantanaman dalam rangka menciptakan tanaman yang bebas virus dan tahan terhadap hama penyakit, menghasilkan bibit yang seragam, serta menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat.

Hasil Pengamatan

Tidak ada dokumentasi foto

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan untuk kultur jaringan tanaman jarak (Jatropha curcas L.)   hanya ada 1 kultur tanama saja yang berhasil dikulturkan pada media, tanaman yang berhasil dikulturkan tersebut terdapat kalus yang merupakan kumpulan sel yang aktif membelah dan belum terdeferensiasi biasanya sel-sel mengelompok atau bergerombol susunan sel rapat dan  cabang yang mulai terlihat.

Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplant sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, pengunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada perinsipnyasemua jenis sel dapat di tumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem,

Pada praktikum kali ini ada 2 tanaman jarak yang lainya tidak berhasil dikulturkan karena pada minggu kedua setelah pengamatan ditemukanya adanya indikasi kontaminasi pada media tanaman. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kemungkinan  penyebab kontaminasi pada media ini disebakan pada saat penseterilan tanaman yang dilakukan oleh praktikan tidak berhati-hati dalam melakukan sterilisasi tersebut.

Kesimpulan

Tanaman jarak yang berhasil dikulturkan pada praktikum kali ini 1 tanaman saja sedangkan 2 tanaman yang lain tidak berhasil karena adanya indikasi kontaminasi pada media sehingga dapat menghambat pertumbuhan eksplan.

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Kultur Jaringan Jarak (Jatropha curcas L). Bandung : ITB vedca seamolec.

Purwati D.R. et all. 2009. Struktur Anatomi Organ Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L). Malang: Universitas Negeri Malang.

Posted June 21, 2010 by rianpratiwi09 in Uncategorized

Kultur Stek Batang: Stek buku tunggal tanaman krisan steril   Leave a comment

Pendahuluan

Krisan merupakan bunga potong yang mempunyai nilai ekonomi tinggi,sehingga prospeknya sangat baik. Pasar potensial bunga krisan antara lain Jerman, Inggris, Italia, Swiss, Australia, Amerik Selatan, Swedia, Denmark, Jepang dan lainnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan bunga krisan dalam negeri dan luar negeri (ekspor), Indonesia berpeluang untuk mengembangkan usaha bunga krisan.Krisan dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan bunga krisan secara generatif jarang dilakukan karena sulit dan bersifat neterozigot (keturunan dari biji tidak sama dengan induknya). Selain itu,perbanyakan secara generatif membutuhkan waktu lama dan penanganan khusus (Maryati Y dan Zamromi 2005)

Perbanyakan krisan secara vegetatif biasanya melalui setek pucuk, anakan dan kultur jaringan. Perbanyakan krisan secara kultur jaringan dapat menghemat waktu dan dapat diperoleh jumlah bibit krisan banyak. Menurut Nugroho dan Sugito (2000) tanaman krisan dapat dikembangkan dengan kultur jaringan melalui teknik meristem culture yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan bagian tanaman jaringan muda atau meristem. Selain itu, kelebihan kultur meristem yang mampu menghasilkan bibit tanaman identik dengan induknya. Rice et al. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan, serta mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif.

Dalam kultur jaringan sangat diperlukan zat pengatur tumbuh untuk merangsang pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin yang biasa digunakan 6-Benzil Amino Purin (BAP) dan kinetin, sedang auksin yang digunakan adalah IAA, NAA dan IBA. Zat pengatur tumbuh ini diperlukan untuk pertumbuhan eksplan. Menurut Hendaryono dan Wijayanti (1994) pembentukan kalus, jaringan kuncup dan jaringan akar ditentukan oleh penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat baik macam maupun konsentrasinya.

Bahan dan Metode

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi media MS yang ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh berupa NAA dan alkohol untuk membantu agar proses penanaman berlangsung steril. Metodenya yaitu kultur krisan terdahulu dipotong yang diambil bagian buku tunggalnya yang ada daunya, pemotongan menggunakan alat-alat yang sudah disteril sebelum praktikum dimulai. Tanaman yang telah dipotong ditanam kedalam media MS yang telah ditambahkan NAA. Kegiatan penanaman harus dalam keadaan steril.

Tujuan

            Praktikum ini bertujuan melihat bagaimana pengaruh ZPT dalam praktikum ini yang digunakan adalah NAA terhadap inisiasi tunas dan akar pada tanaman krisan.

Hasil pengamatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keterangan : sudah terbentuk kalus dan cabang

Pembahasan

Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik invitro yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral, tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku). Dikenal dua teknik kultur mata tunas yaitu eksplan yang mengandung mata tunas lebih dari satu ditanam secara horisontal di atas medium padat (teknik invitro layering) atau (2) tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong dan ditanam secara terpisah dalam tiap-tiap botol kultur.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dari minggu pertama sampai minggu terakhir. Pada kelompok ini ada 1 tanaman saja stek berhasil dikulturkan dan tidak adanya kontaminasi yang terlihat pada media. Pada stek yang dikulturkan  yang tumbuh terlebih dahulu adalah tunas samping yang terletak diantara buku kemudian baru disusul dengan inisiasi akar. Sedangkan 2 tanaman krisan yang lainya tidak berhasil karena mengalami kontaminasi. Faktor-faktor penyebab kegagalan yang mungkin terjadi atau fator yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan antara lain sebagai berikut.

 Genotife satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur invitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. Perbedaan respon genotip tanaman tersebut dapat diamati pada perbedaan eksplan masing-masing varietas untuk tumbuh dan beregenerasi. Masing-masing varietas tanaman berbeda kemampuannya dalam merangsang pertumbuhan tunas aksilar, baik jumlah tunas maupun kecepatan pertumbuhan tunas aksilarnya.

Hal serupa juga terjadi pada pembentukan kalus, laju pertumbuhan kalus serta regenerasi kalus menjadi tanaman lengkap baik melalui pembentukan organ-organ adventif maupun embrio somatik. Regenerasi dan perkembangan organ adventif dan embrio somatik juga sangat ditentukan oleh varietas tanaman induk. Perbedaan pengaruh genetik ini disebabkan karena perbedaan kontrol genetik dari masing-masing varietas serta jenis kelamin tanaman induk.Media kultur perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan. Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun embryogenesis

            Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut.

            Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-isopentenyl Adenin)

            Keadaan fisik media, media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan. Media yang umum digunakan dalam mikropropagasi adalah media semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan antara lain: eksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat, selama kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama, eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan pada kultur, orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap, dan kalus tidak pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena: agar mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur, eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan, agar harus dicuci bersih dari akar sebelum diaklimatisasi, dan perlu waktu yang lebih banyak untuk mencuci gelas kultur misalnya botol-botol harus diautoclave untuk melarutkan agar sebelum dicuci.   

            Faktor yang ikut berpengaruh juga dalam menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah faktor eksternal yaitu faktor lingkungan berupa suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan morfogenesis eksplan.
            Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan media.

            Cahaya seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.
            Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.
Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.

            Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih berhasil.

            Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.

Selain beberapa faktor yang telah disebutkan penyebab kegagalan pada saat mengkulturkan jaringan tanaman karena kerja praktikan yang kurang steril dalam mengkulturkanya, kurang hati-hati dalam penggunaan alat-alat yang telah disteril sehingga mikroorganisme ikut masuk kedalam media bersama-sama tanaman

Kesimpulan

Pada praktikum ini hanya dihasilkan 1 tanaman hasil kultur stek batang tunggal steril pada tanamn krisan, 2 tanaman yang lainya tidak berhasil dikulturkan karena mengalami kontaminasi pada media pengkulturan tanaman.

Daftar Pustaka

Hendaryono, D. S. dan Wijayanti . 2000. Pedoman Kultur Jaringan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nugroho, A dan Sugito. 2000. Pedoman Pelaksanaan Kultur Jaringan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Maryani Y dan Zamroni. Penggandaan tunas krisan melalui kultur jaringan. Ilmu Pertanian. Vol 12 No 1, 2005 : 51-55

Rice, R..D., Anderson, P.G., Hall, J.F. dan Ranchod, A. 1992. Micropropagation

Principles and Commercial Practise dalam Plant Biotechnology. Fowler, M.W.,

Warren, G.S. dan Moo, Y.M. (Ed.). Pergamon Press Oxford, New York, Seoul,

Tokyo, p : 130-149.

Posted June 21, 2010 by rianpratiwi09 in Uncategorized

Hello world!   1 comment

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Posted June 20, 2010 by rianpratiwi09 in Uncategorized